Senin, 30 Mei 2022

Bukan Tentang Usia Yang Sekian Lama, Tapi Tentang Kualitas Diri Seperti Apa Ia Berkontribusi dan Bermanfaat


Milad saya pada hari ini, usia 26 tahun. Merupakan sebuah renungan tentang waktu yang telah berlalu sekian lama. Terlalu banyak kemudian fase hidup yang telah dilalui dengan berbagai dinamikinya. Yang pasti, saya menyadari bahwa bertambahnya usia berarti jatah hidup yang diberikan oleh Tuhan pun semakin berkurang. Ia bagaikan tali yang ditarik, semakin ia ditarik maka ia semakin berkurang.

Ketika saya kembali merenungi roda kehidupan yang ku lalui, saya ternyata belum mampu mengenali siapa diriku yang sebenarnya, saya belum begitu berarti, sosok saya belum bisa berbuat yang terbaik kepada kedua orang tuaku, guru dan sahabat-sahabatku.

Saya yakin bahwa sejak masih dalam kandungan Ibuku, kedua orang tua ku sangat mendambakan dan merindukan kelahiranku. Mereka pasti sangat bahagia ketika saya lahir dalam keadaan sehat, normal, dan selamat. Baginya, saya adalah mutiara baru yang lahir mendamaikan hatinya dihari itu. Saya berharap dambaan tentang sosok diriku yang lahir dan tumbuh dewasa adalah sesuatu yang mendamaikan keluargaku hari ini seperti ketika saya dilahirkan dua pulu tahun silam. Upayahku adalah menjadi anak yang berbakti, berakidah yang baik, serta mampu bermanfaat kepada sesama.

Jadi bukan tentang usiaku yang sekian lama, tetapi tentang kualitas diri yang sejauh mana ia berkontribusi dan bermanfaat. Dan diriku yang ternyata masih “biasa saja”, sekedar mengikuti ritme tanpa membenah diri. Renungilah itu semua ditengah usiamu hari ini. . .



Kepada semua, terimakasih atas motivasi dan do’a terbaiknya.

Benteng Balangnipa, Sinjai, (30 Mei 2022)

 


Jatah Hidup, Ia Bagaikan Tali Yang Ditarik. Semakin Ia Ditarik Maka Ia Semakin Berkurang

Milad saya pada hari ini, usia 26 tahun. Merupakan sebuah renungan tentang waktu yang telah berlalu sekian lama. Terlalu banyak kemudian fase hidup yang telah dilalui dengan berbagai dinamikinya. Yang pasti, saya menyadari bahwa bertambahnya usia berarti jatah hidup yang diberikan oleh Tuhan pun semakin berkurang. Ia bagaikan tali yang ditarik, semakin ia ditarik maka ia semakin berkurang.

Ketika saya kembali merenungi roda kehidupan yang ku lalui, saya ternyata belum mampu mengenali siapa diriku yang sebenarnya, saya belum begitu berarti, sosok saya belum bisa berbuat yang terbaik kepada kedua orang tuaku, guru dan sahabat-sahabatku.

Saya yakin bahwa sejak masih dalam kandungan Ibuku, kedua orang tua ku sangat mendambakan dan merindukan kelahiranku. Mereka pasti sangat bahagia ketika saya lahir dalam keadaan sehat, normal, dan selamat. Baginya, saya adalah mutiara baru yang lahir mendamaikan hatinya dihari itu. Saya berharap dambaan tentang sosok diriku yang lahir dan tumbuh dewasa adalah sesuatu yang mendamaikan keluargaku hari ini seperti ketika saya dilahirkan dua pulu tahun silam. Upayahku adalah menjadi anak yang berbakti, berakidah yang baik, serta mampu bermanfaat kepada sesama.

Jadi bukan tentang usiaku yang sekian lama, tetapi tentang kualitas diri yang sejauh mana ia berkontribusi dan bermanfaat. Dan diriku yang ternyata masih “biasa saja”, sekedar mengikuti ritme tanpa membenah diri. Renungilah itu semua ditengah usiamu hari ini. . .

Kepada semua, terimakasih atas motivasi dan do’a terbaiknya.

Benteng Balangnipa, Sinjai, (30 Mei 2022)




 

Rabu, 11 Mei 2022

Setelah Megister, Tulisan Ini Kupersembahkan Kepada Orangtua dan Guruku


Oleh: Muh Ikhwan 

Kepada kedua orang tuaku yang tiada sebanding olehya dengan perjuangan serta do’anya kepadaku. Belum sampai daku harus membalasnya dengan cara apa dan bagaimana. Saya bisa jadi apa yang sekarang karena orang tuaku yang sangat luar biasa mendidik dalam diam. Namanya adalah Tajuddin dan Harlina, mereka adalah petani yang sederhana. Saya bangga terlahir dari orang tua dan keluarga yang sederhana. Karena kesederhanaan itu membuat saya termotivasi untuk bangkit dan berusaha mandiri. Karena kesederhanan itu, diluar sana ketika saya menempuh pendidikan, saya tetap menjadi saya yang terbiasa dengan pola hidup sederhana atas didikannya. Karena kesederhanaan itu, saya tidak perlu malu dan gengsi dalam hidup. Inilah yang membuat saya belajar tentang nilai kemandirian, tidak pada ketergantungan materi. Namun tetap bergantung pada nilai moril yang begitu berarti.

Dari sejumlah tokoh pemikir dan pergerakan yang menginspirasiku, orang tuaku adalah tokoh utamanya. Ia sempat berpikir dan bergerak karenaku. Walaupun keduanya bukan siapa-siapa dimata orang lain, pikiran dan gerakanya tidak dirasakan oleh siapapun. Namun ia adalah tokoh yang mewarnai ekstalasi kehidupanku hari ini. Darahnya mengalir dalam tubuhku. Sebabnya, saya menjadi kuat dengan segala terpaan. Atas segala kasihmu kepadaku, baktiku belum mampu kutunaikan atas segala jasamu. Belum lagi kehadiranku adalah beban pikiranmu, tingkahku yang membuatmu kecewa dan sakit hati karenaku. Maafku, hanya ini yang mampu kupersembahkan sampai hari ini, Predikat Pendidikan Magister. Yang setahuku, kuliah S1 saja pun sempat kau ragukan karena segala kesederhanaan dan keterbatasan hidup. Inilah kejutan semesta kupersembahkan. Terimakasih tak terhingga. 

Kepada Guruku, dengan segala keterbatasan dan kemampuan mereka mendidiku diwaktu sekolah atas tingkah lakuku, paling nakal, dongo’, dan paling tidak patuh pada aturan sekolah. Saya dikenal bukan karena pintar, cerdas, atau prestasi akademik. Namun karena predikat kenakalan. Semua guru dan teman-teman ku tahu siapa aku sejak itu. 

Guruku, kau tetap sabar dan Ikhlas mendidik serta mendo’akan ku. Terimakasih atas segala jasa-jasamu. Hari ini telah kupersembahkan gelar akademik dalam kurun waktu 3 tahun 6 bulan (S1), dan 1 tahun 8 bulan (S2), ini semua karena berkat jasamu. Tanpamu, yang dulu memperkenalku satu huruf lalu mendikteku dibangku sekolah. Lewat itu, saya terlatih menulis dan mampu berkarya lewat tulisan. Apapun jenis tulisan, Jurnal, Skripsi, Tesis (karya ilmiah), news, opini, dan sebagainya mampu saya tulis karena pernah dengan terpaksa menulis pada buku catatan walaupun sebenarnya sejak itu saya menulis dalam keadaan penuh keterpaksaaan dan perasaan bosan. 

Guruku, saya tetap muridmu. Tidak ada alasan apapun untuk kau tetap mengakui dan memanggilku sebagai siswa atau anak didikanmu. Tetap beriku nasehat, didik aku dengan caramu, ingatkan kan aku agar tetap belajar. 

Motto Hidup: Perjuanganku adalah Motivasiku. (30 Juli 2021) 
Tulisan ini saya tulis satu tahun sebelum selesai S2 Pascasarjana UIN Alauddin Makassar. (Gowa, 12/05/2022)

Optimis Bangun Ekosistem Pertanian

Kemarin (19/07/24) saya bersama petani Milenial Tombolo Pao, Gowa, dalam kegiatan star up program YESS 2024 di BPP Kanreapia. Berbagai infor...